- Dewasa ini, medis dari Barat sering kali menganjurkan, atau paling tidak membolehkan kepada pasangan suami istri untuk melihat film-film biru. Alasannya beragam. Mulai dari mengentaskan perasaan bosan pada pasangan yang sudah puluhan tahun mengarungi perahu rumah tangga. Sampai pada sekadar variasi atau rebanyak macam, dengan dibumbui menambah ilmu pengetahuan. Padahal secara fitrah, insan normal dianugerahi nalar yang akan bisa mengetahui dan mempelajari urusan-urusan biologisnya.
Beberapa tahun yang lalu, sebuah penelitian dari Barat menyatakan bahwa 100% lelaki sampaumur pernah menyaksikan film porno. Atau paling tidak konten porno, baik itu di HP ataupun di internet.
Bagaimana Islam mengatur soal menonton video porno?
Islam sebagai agama yang telah tepat dan komplit tentu saja mengatur hal ini pula sedemikian rupa. Secara terang Islam telah mewajibkan kepada kaum mukmin pria dan kaum mukmin perempuan untuk menjaga pandangannya dari hal-hal yang diharamkan oleh Syara’. Allah swt Berfirman, yang artinya: “Katakanlah kepada orang pria yang diberiman: Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; … Katakanlah kepada perempuan yang diberiman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padany,” (TQS. Al-Nur [24]: 30-31).Imam Ibn Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan: “Ini yaitu perintah dari Allah swt kepada hamba-hamba-Nya yang diberiman biar menundukkan pandangan mereka dari apa-apa yang diharamkan atas mereka.” Tidak ada perbedaan dalam hal ini bahwa yang diharamkan untuk dipandang yaitu aurat. Berdasarkan riwayat dari Bahz bin Hakim, dari ayahnya, dari kakeknya berkata: “Wahai Rasulullah saw, terhadap aurat-aurat kami, apa yang boleh kami lakukan dan apa yang harus kami hindari? Beliau saw berkata:’Jagalah auratmu kecuali atas istri dan budak perempuanmu.’” (THR. Ahmad bin Hanbal)
Dalam riwayat lain juga dikatakan: Dari ‘Aisyah ra, Rasulullah saw bersabda: “… sesungguhnya perempuan itu, kalau sudah mencapai masa haidh, dihentikan tampak darinya kecuali ini dan ini.” Beliau menunjuk muka dan dua telapak tangan. (THR. Abu Dawud dan Al-Baihaqi).
Dengan demikian melihat aurat orang lain secara eksklusif yaitu haram, kecuali dalam kondisi-kondisi tertentu, misalkan dalam pengobatan, pembuktian, dan lain-lain, dengan catatan sebatas yang dibutuhkan saja. Bagaimana kalau yang dilihat secara tidak eksklusif menyerupai gambar aurat dalam rekaman video, maka untuk bisa menghukuminya terludang kecepeh lampau harus memahami aturan asal benda dan fakta benda yang akan dihukumi, serta kaitannya dengan melihat aurat yang sudah diketahui hukumnya atau hal-hal terkait lainnya.
Allah swt berfirman: “Apakah kau tiada melihat bergotong-royong Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi,” (TQS. Al-Hajj [22]: 65). Berdasarkan ayat di atas (dan ayat-ayat lain yang serupa dengannya) muncullah sebuah kaidah dalam ilmu Ushul Fiqh: al-ashl[u] fî al-asyyâ[i] al-ibâhat[u] hattâ yadulla ad-dalîl[u] ‘alâ tahrîmih[i] (hukum asal benda yaitu mubah, hingga ada pendapat yang mengharamkannya). Layar monitor dan yang sejenisnya yaitu mubah, alasannya beliau termasuk benda dan tidak ada pendapat yang mengharamkannya. maka bisa melihatnya, menyentuhnya, memilikinya, memperjual-belikannya dan lain sebagainya. Pertanyaannya: Apakah dengan demikian berarti melihat aurat itu boleh dengan cara melalui perantaraan media layar monitor atau sejenisnya dengan alasan bahwa layar monitor yaitu benda yang mubah untuk dilihat, sebagaimana meja, sepatu, tas dll.?
Video porno sama dengan keadaan sesungguhnya
Memang benar, dalam perkara melihat video porno seseorang tidak menyaksikan aurat secara eksklusif melainkan melihat benda yang mubah. Namun dihentikan dilupakan bahwa setiap benda mempunyai apa yang dinamakan dengan khâshiyyat (sifat-sifat khusus). Layar monitor mempunyai kemampuan dalam menampilkan atau menawarkan gambar sesuai dengan aslinya. Rekaman suatu objek pemandangan misalnya, bisa ditampilkan pada layar monitor atau sejenisnya dalam gambar yang sama dengan objek yang direkam. Sinar matahari, burung yang terbang, awan yang berjalan dll, sama persis dengan suasana ketika rekaman tersebut diambil. Maka melihat layar monitor dan sejenisnya yang menampilkan rekaman video tertentu serasa melihat keadaan sebenarnya ketika rekaman tersebut diambil. Sebagaimana pula beling cermin, dengan khâshiyyat-nya yaitu kemampuan memantulkan bayangan, kalau diarahkan ke suatu objek tertentu, maka melihat benda berupa cermin tersebut serasa melihat objek sebenarnya yang dipantulkannya. Hanya saja, pada cermin pantulan terlihat terbalik sisi kanan dan kirinya dari objek aslinya.Rasa menyerupai melihat keadaan sebenarnya juga bisa dibaca dari ekspresi orang yang melihat video pada layar monitor, misalkan perasaan murka dan sedih ketika melihat rekaman video perihal pembantaian saudaranya di Palestina, perasaan takjub dan kagum ketika melihat rekaman video perihal kecermatan Allah swt dalam membuat alam semesta, atau perasaan kasar seksual ketika melihat rekaman video adegan porno. Jika memang video dengan gambar di layar monitor tidak ber-khâshiyyat sebagaimana disebutkan di atas, kenapa hal itu bisa menjadikan efek yang berbeda-beda pada orang yang melihatnya?
Dari fakta khâshiyyat benda di atas, maka melihat adegan porno yang direkam dan dimunculkan di layar monitor mempunyai keserupaan dengan melihatnya secara langsung, sebagaimana pula melihat adegan porno dengan perantaraan beling cermin. Dengan kata lain, benda-benda tersebut bisa menjadi wasilah dalam memberikan pesan berupa gambar aurat yang serupa dengan aslinya.
Aurat yaitu aib, dan mengetahui malu orang lain dengan sengaja yaitu haram, dalam sebuah riwayat dinyatakan: Dari Mu’awiyah ra. berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya kalau engkau mengikuti aib-aib orang lain, maka aib-aib tersebut akan merusak mereka, atau engkau yang akan merusak mereka,” (THR. Ibn Hibban).
Karenanya maka benda-benda tersebut menjadi wasilah bagi tersampaikannya malu orang lain, alias menjadi wasilah bagi terjadinya keharaman. Berlakulah atasnya kaidah: al-wasîlah ilâ al-harâm muharramah (hal yang mengantarkan kepada keharaman yaitu haram).
Keharaman di atas tidak bersifat muabbad (selamanya), melainkan bersifat muaqqat (sementara). Maksudnya, layar monitor hanya haram dilihat knorma dan sopan santun menampilkan adegan porno, kalau menampilkan selain yang diharamkan maka hukumnya sebagaimana awal yaitu mubah. Semata-mata alasannya beliau bisa menjadi wasilah bagi keharaman, yaitu memberikan malu orang lain. Ini berlaku bagi seluruh mukallaf, baik pria maupun perempuan, baik yang masih bujang maupun yang sudah berkeluarga.
Alasan tidak dibenarkannya menonton video porno
Ada yang berasumsi bahwa melihat video porno dibolehkan bagi seseorang yang sudah berkeluarga/diberistri, alasannya ada daerah pelampiasan yang halal yaitu pasangannya. Anggapan ini tidak dibenarkan berdasarkan beberapa alasan:- Berfantasi dengan melihat gambar aurat orang lain hukumnya haram. Terludang kecepeh membayangkan aurat orang lain ketika menggauli istri. Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “… maka zinanya kedua mata yaitu melihat, zinanya kedua pendengaran yaitu mendengarkan, zinanya mulut yaitu membicarakan, zinanya tangan yaitu menyentuh, zinanya kaki yaitu melangkah, sementara hati bernafsu dan berkhayal, dan kemaluan yang membenarkan atau mendustakan.” (THR. Muslim).
Pengistilahan Rasulullah saw dengan zina untuk perbuatan-perbuatan yang bukan zina sebenarnya menunjukan keharaman sekalipun dosanya tidak sebesar dosa zina sebenarnya. Termasuk di dalamnya yaitu khayalan/fantasi porno yang dihasilkan dari melihat, mendengar, membicarakan, dan menyentuh hal-hal yang berbau porno atau wasilah lain yang mengantarkan kepadanya. Juga berdasarkan para ulama, berfantasi dengan aurat orang lain ketika menggauli istri yaitu haram.
Adapun riwayat oleh Imam Muslim dari Jabir bin Abdillah ra: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda:“Apabila salah seorang di antara kalian terpesona oleh seorang wanita, dan merasuk di hatinya, maka hendaknya ia mendatangi istrinya dan menggaulinya, alasannya yang demikian itu bisa menghilangkan apa yang terbesit dalam hatinya (tadi)”, tidak dimaksudkan biar si pria menggauli sang istri sambil membayangkan perempuan yang dijumpainya, alasannya di selesai hadits tersebut dikatakan“karena yang demikian itu bisa menghilangkan apa yang terbesit dalam hatinya”, atau diriwayat At-Tirmidzi dikatakan “karena yang ada pada dirinya (istrinya) menyerupai apa yang ada pada dirinya (wanita yang dijumpainya).” menunjukan persetubuhan dengan istri berfungsi untuk mengalihkan perhatian/pikiran si pria dari perempuan yang dijumpainya biar tidak larut dalam fantasi yang diharamkan, tentu itu tidak dilakukan dengan membayangkan perempuan tersebut ketika bekerjasama tubuh dengan sang istri. - Haramnya menceritakan adegan ranjang suami-istri kepada orang lain (baik berupa cerita, tulisan, rekaman suara, atau rekaman video). Dari Abu Sa’id Al-Khudri, Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya insan yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari selesai zaman ialah seseorang yang menyetubuhi istrinya dan istri bersetubuh dengan suaminya, kemudian suami membuatkan belakang layar istrinya,” (THR. Muslim).
Maka haram pula mencari tahu tentangnya. Dengan sengaja melihat video porno, berarti sengaja mencari tahu adegan ranjang orang lain dengan pasangannya. Terludang kecepeh kalau yang dilihat yaitu adegan porno berupa perzinahan (pemerannya bukan suami-istri), maka mengambil manfaat darinya tergolong menyetujui atau ridha terhadap sikap tersebut.
#Kesimpulan
Kesimpulannya, melihat video porno yaitu haram alasannya diduga berpengaruh akan mengantarkan kepada keharaman, yaitu berupa mengetahui malu orang lain, imajinasi mesum, mengetahui persetubuhan orang lain, dimana pasangan halal suami-istri saja dihentikan menceritakannya. Atau bagi para pemuda, hal itu bisa menjerumuskannya pada harapan berzina. Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya perempuan itu yaitu diantara anak panah Iblis, maka barang siapa melihat seorang perempuan yang bagus mempesona kemudian beliau menundukkan pandangannya berharap ridha Allah swt, pasti Allah swt membalasnya dengan kenikmatan dalam diberibadah,” (THR. Ibn An-Najjar). Wallohu alam bi shawwab.
Advertisement